Islam, Papua dan Resolusi Konflik

Islam papua dan papua merdeka

ISLAM, PAPUA DAN RESOLUSI KONFLIK

Oleh : Ahmad Sastra

Cukup lama sebenarnya Papua bergejolak. Namun pasca pilpres 2019, gejolak di Papua nampaknya makin besar.  Bahkan tuntutan merdeka (disintegrasi) pun muncul. Islam mengharamkan disintegrasi dan pecah belah sebab menyalahi syariah, sebaliknya negeri ini harus bersatu-padu. 


Tidak hanya sampai disini, akhir-akhir ini bangsa ini ditimpa dengan berbagai bentuk konflik antara anak bangsa. Sesama anak bangsa begitu mudah terjadi konflik. Sesama anak bangsa begitu mudah diadu domba.

Kasus Papua mestinya tidak terjadi, jika negara ini benar-benar hadir untuk mengurusi rakyatnya. Tapi sayangnya kapitalisme sekuler dengan sistem demokrasi telah banyak mengabaikan rakyat di negeri ini.

Islam sebagai agama sempurna secara normatif, historis dan empiris telah berhasil mengatasi konflik sosial. Sistem Islam memiliki kesempurnaan sekaligus kemuliaan, tidak seperti ideologi kalitalisme dan komunisme.

Islam yang menjadi agama perdamaian  dan tidaklah menganjurkan pertikaian, konflik dan perpecahan, baik dengan sesama muslim, bahkan dengan kaum beda agama atau suku bangsa sekalipun.  Sebaliknya, Islam justru menganjurkan persatuan kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini.

Sebab Islam diturunkan untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh manusia dan alam semesta. Kasus Papua harus dilihat secara lebih mendalam, komprehensif dan dimensi yang lebih luas. Intervensi negara-negara kapitalisme penjajah harus diwaspadai.

Islam secara normatif adalah jalan hidup yang tidak hanya berdimensi ritual, Islam juga memiliki  dimensi sosial dan peradaban. Karena itu kemajuan Islam bukan hanya ditimbang dari sisi ritualistik semata, melainkan juga ditimbang sejauh mana Islam memancarkan rahmat bagi kehidupan manusia dan alam semesta.

Kemuliaan Islam bukan hanya untuk dirasakan oleh individu tapi untuk seluruh manusia di dunia. ” Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS Al Anbiyaa : 107). Paradigma fundamental ini harus terlebih dahulu dipahami oleh seluruh kaum muslimin, jika ingin merajut persatuan dan kebersamaan.

Islam mengikrarkan dengan jelas akan kesatuan manusia di alam semesta antara seluruh penduduk dan masyarakat. Semua itu dalam satu lembah kebenaran, kebaikan dan kemuliaan. Karena itu Islam telah menaklukkan berbagai macam penduduk, memberikan asas yang mengandung pokok-pokok dasar universal yang menghimpun secara nyata.

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al Hujurat : 13).

Dalam perspektif  historis, pengetahuan dari berbagai bidang keahlian, peradaban ilmiah dengan berbagai macam bentuknya dapat dirasakan oleh penduduk dunia dalam bentuk peradaban Islam. Peradaban Islam punya andil besar dalam membina peradaban kemanusiaan yang manusiawi dan mulia.

Kecintaan muslim kepada agama dan ilmu telah memberikan sumbangsih dalam pergerakan ilmiah, dalam karya-karya mereka bahkan hingga mencapai puncak kecermelangannya. Peradaban Islam hadir dengan memberikan manfaat universal berupa perdamaian, kesejahteraan dan kemuliaan bagi seluruh manusia. Apakah mungkin, Islam bisa memberikan kerahmatan, jika kaum muslimin sendiri masih terus berkonflik.

Islam adalah manhaj kehidupan bagi kebaikan manusia seluruhnya sebab ia berasal dari sang Pencipta manusia. Islam adalah manhaj kehidupan yang realistik, dengan berbagai susunan, sistematika, kondisi, nilai, akhlak, moralitas, ritual dan begitu juga atribut syiarnya. Ini semuanya menuntut risalah ini ditopang oleh power kekuasaan yang dapat merealisasikannya. Ditopang oleh manusia-manusia amanah dengan ketundukan jiwa secara bulat kepadanya, disertai ketaatan dan pelaksanaan.

Karena itu, praktek kehidupan yang majemuk dan pluralistik telah menjadi catatan emas dalam kehidupan masyarakat dibawah nilai-nilai Islam. Islam dengan adil memberikan perlindungan bagi semua kalangan, lintas sosial, suku bangsa, bahkan hinga lintas agama. Islam tidak mengenal istilah mayoritas dan minoritas.

Sistem islampun bisa dijadikan sebagai solusi atas berbagai konflik sosial pada masa Rasulullah maupun pada masa kini dan yang akan datang. Resolusi konflik perspektif Islam telah dengan indah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.  Islam hadir justru di tengah bangsa Arab yang telah ratusan tahun mengalami konflik sosial berupa perang suku. Islam hadir dan mampu menciptakan perdamaian diantara pihak-pihak yang bertikai saat itu.

Ada beberapa model yang dilakukan oleh Rasulullah baik pada masa dakwah maupun masa kekuasaan Islam dalam menghadapai berbagai konflik sosial yang kreatif dan tanpa kekerasan. Misalnya Nabi menggunakan model mediasi, negoisasi dan problem solving dalam menyelesaikan konflik sosial yang terjadi.

Bukan hanya sampai disitu, dalam menghadapai dan menyelesaikan berbagai peristiwa konflik sosial, Rasulullah melakukan strategi model yielding (mengalah), withdrawing (menarik diri dan meninggalkan lokasi konflik) serta model contending (melawan atau berperang).

Ahmad Tajuddin mencatat beberapa etika resolusi konflik perspektif sunnah Nabi dalam kajian Sirah Nabawiyah. Diantaranya adalah proses resolusi konflik yang memiliki beberapa prinsip yang telah dijalankan oleh Rasulullah SAW. Setidaknya ada enam prinsip proses resolusi konflik ala Rasulullah, diantaranya nirkekerasan, cinta kasih, keadilan, keterpercayaan, perdamaian dan ketidakberpihakan.

Adapun prinsip lainnya berkaitan dengan tujuan resolusi konflik menuju transformasi konflik (outcome), diantaranya adalah kemaslahatan, persaudaraan, perdamaian, pengampunan dan kebebasan. Kelima prinsip tujuan dalam penanganan konflik ini telah dilakukan oleh Rasulullah dalam berbagai perisitwa konflik masa itu.

Sebagai contoh pada perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah dengan indahnya melakukan sebuah upaya  resolusi konflik yang oleh para sahabat sempat disalahartikan. Dalam perjanjian itu seolah Rasulullah merendahkan diri dan mengalah dalam arti sebuah kekelahan. Namun Rasulullah melihat jauh kedepan tentang masa depan dakwah Islam di Mekkah. Dengan strategi Rasulullah, justru gerakan dakwah Islam semakin meluas dan Islam berkembang lebih pesat.

Karena itu, penting ditegaskan bahwa Islam adalah sistem hidup yang justru melindungi pluralitas atau kebhinnekaan masyarakat. Islam juga memiliki mekanisme yang adil bagi resolusi konflik sosial. Nilai-nilai Islam memiliki dimensi sosial universal yang menempatkan manusia sebagai hamba Allah yang berhak mendapat perlindungan dan kesejahteraan. Islam bahkan tidak pernah memaksakan manusia untuk memeluk agama Islam.

Dalam sistem hukum Islam, nilai-nilai kemanusiaan sangat dijujung tinggi. Seluruh masyarakat dibawah sistem hukum Islam akan diberikan jaminan dan perlindungan agar hidup damai dan sejahtera. TW Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam menyatakan bahwa Uskup Agung Kristen dan Sinoda Agung bebas memutuskan segara hal yang berkenaan dengan keyakinan dan dogma tanpa menerima intervensi apapun dari negara. Sesuatu yang justru tidak pernah terjadi pada masa pemerintahan para Kaisar Byzantium.

Dengan menerapkan ideologi Islam secara kaffah, maka dunia ini akan damai dan sejahtera serta keadilan sosial akan menjadi kenyataan.

[AhmadSastra, KotaHujan,30/08/19 : 16.00 WIB]

Belum ada Komentar untuk "Islam, Papua dan Resolusi Konflik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Banner iklan disini