Wow Harga Beras Mahal di Tengah Impor, Ini Solusi Jitunya

Ilustrasi/Istimewa

Beritaislam - Badan Pusat Statistik mencatat, harga beras di tingkat eceran masih naik pada Januari 2024. Harga beras naik 0,63% dibandingkan bulan sebelumnya, bahkan mencapai 16% dibandingkan Januari 2023. Mengapa harga beras masih naik meski impor sudah mulai masuk?

Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti menjelaskan, kenaikan harga beras di tingkat eceran sejalan dengan kenaikan harga gabah di tingkat petani. Harga gabah kering panen naik 2,97% secara bulanan atau 18,6% secara tahunan, harga gabah kering giling juga naik 4,85% secara bulanan atau 24,52% secara tahunan.

“Kenaikan harga beras terjadi di semua rantai distribusi. Harga beras di tingkat penggilingan naik 1,62% secara bulanan atau 21,78% secara tahunan. Harga beras di tingkat grosir juga naik 0,97% secara bulanan atau 16,66% secara tahunan. Kenaikan harga tersebut pun mendorong naiknya harga beras di tingkat eceran,” ujarnya.

Amalia mencatat, kenaikan harga beras masih terjadi di 28 provinsi. Hanya 10 provinsi yang sudah mencatatkan penurunan harga beras. Seluruh provinsi di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mengalami kenaikan harga beras.

Bukti Kelalaian
Mahalnya harga beras ini dinilai oleh pemerhati kebijakan publik Emilda Tanjung M.Si. sebagai bukti kelalaian negara mengurusi pangan rakyat.

“Bertahan mahalnya harga beras lebih dari setahun adalah bukti kelalaian dan ketidakseriusan negara mengurusi pangan rakyat. Bagaimana bisa kenaikan harga tidak teratasi dalam waktu sepanjang itu dan membiarkan rakyat sulit untuk mendapatkannya,” ungkapnya kepada MNews, Jumat (9-2-2024)

Kelalaian ini, menurutnya, terjadi pada berbagai lini, baik produksi maupun distribusi yang akhirnya memicu fluktuasi harga.

“Dari sisi produksi, negara lalai untuk menggenjot produksi dalam rangka memenuhi kekurangan pasokan, baik untuk konsumsi maupun untuk cadangan beras pemerintah. Kelalaian ini misalnya dengan dibiarkannya terjadi alih fungsi lahan pertanian secara massif,” bebernya.

Bahkan, lanjutnya, konversi lahan juga berjalan atas nama proyek strategis nasional yang kemanfaatannya sangat minim bagi rakyat.

“Negara juga tidak serius mengatasi kesulitan petani mendapatkan sarana produksi padi (saprodi) seperti pupuk, benih, dan sebagainya. Yang terjadi justru anggaran untuk subsidi pupuk semakin dikurangi. Begitu pula pemerintah gagal memitigasi perubahan cuaca yang berakibat gagal panen di mana-mana,” imbuhnya.

Sedangkan dari sisi distribusi, ia menjelaskan, jelas sekali terlihat kelalaian negara sehingga terjadi lonjakan harga yang tidak wajar sekalipun pasokan beras sudah dipenuhi melalui impor.

“Pemerintah tidak bisa mengendalikan harga agar terbentuk harga secara wajar. Hal ini akibat penguasaan negara terhadap pasokan pangan memang sangat minim, yakni sekitar 10% saja. Sebaliknya mayoritas pasokan pangan berada di tangan pelaku pasar, yakni korporasi atau pedagang besar sehingga sangat mudah memainkan harga untuk keuntungan mereka. Ditambah kelemahan negara memutus rantai tata niaga yang panjang dan menyimpang,” ulasnya.

Bobrok

Dalam analisisnya, kekacauan pengaturan beras ini berpangkal dari penerapan sistem politik dan ekonomi kapitalisme yang bobrok.

“Sistem politik demokrasi makin meminimkan peran negara sebatas regulator dan fasilitator, dan minus dari tanggung jawab yang sebenarnya. Di sisi lain, BUMN sebagai unit pelaksana teknis negara justru diarahkan menjadi lembaga komersil, bukan menjadi perpanjangan tangan pemerintah guna melayani rakyat. Akibatnya kehadiran negara hampir tidak terasa di tengah masyarakat,” kritiknya.

Sedangkan penerapan sistem ekonomi liberal, ucapnya, membuka ruang seluas-luasnya bagi swasta baik korporasi lokal maupun asing untuk menguasai ranah usaha pertanian pangan sehingga menyediakan karpet merah bagi korporasi raksasa. “Bahkan tidak jarang memunculkan perusahaan integrasi yang menguasai mayoritas rantai usaha pertanian,” tandasnya.

Oleh karenanya, ia berharap, untuk mengatasi problem ini pemerintah harusnya melakukan evaluasi mendasar terkait sistem pengelolaan yang digunakan saat ini.

“Bukan hanya sibuk menjalankan kebijakan teknis yang tidak menyentuh akar masalah, seperti memperbanyak impor, bantuan sosial beras atau pun distribusi beras SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pangan). Padahal nyatanya, dengan berbagai instrumen ini pun harga beras tidak kunjung turun,” urainya.

Islam

Emilda berkeyakinan, satu-satunya sistem yang layak digunakan untuk mewujudkan stabilitas harga dan terwujudnya ketahanan serta kedaulatan pangan bagi rakyat hanyalah Islam.

“Hanya dengan Islam, akan melahirkan sistem politik dan ekonomi yang benar-benar berorientasi kesejahteraan rakyat,” tambahnya.

Ia berargumen, secara politik, Islam menegaskan fungsi politik kepala negara/khalifah sebagai penanggung jawab dalam pengurusan urusan rakyat dengan berlandaskan syariat Islam.

“Dalam hal ini, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat dan memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kemampuan. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. riwayat Bukhari dan Musim, ‘Imam/khalifah itu laksana gembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap hewan gembalanya.’,” terangnya.

Selain itu, ucapnya, sistem ekonomi Islam menetapkan kepemilikan harta sesuai batasan syariat, sehingga tidak akan terjadi privatisasi aset publik oleh swasta, misalnya terkait kepemilikan lahan.

“Begitu pula sistem ekonomi Islam juga menjamin terwujudnya distribusi kekayaan ke seluruh rakyat dengan mekanisme sesuai syariat, disertai sistem mata uang berbasis emas dan perak sehingga terealisasi sistem ekonomi yang stabil,” uarnya yakin.

Implementasi sistem politik dan ekonomi ini, ia menjelaskan, mewujud dalam beberapa kebijakan di antaranya, pertama, negara akan menerapkan pengaturan tanah sesuai syariat Islam yang meliputi hukum menghidupkan tanah mati, kewajiban mengelola tanah oleh pemiliknya, serta larangan untuk menyewakan lahan pertanian.

“Kedua, negara akan mengoptimalkan lahan pertanian melalui berbagai bantuan bagi petani. Ketiga, negara mengawasi distribusi pangan agar tidak terjadi distorsi harga dan untuk ini akan diangkat para kadi hisbah. Keempat, negara akan membangun sistem cadangan pangan pemerintah secara berdaulat dan sesuai syariat Islam,” pungkasnya. (muslimahnews)

[beritaislam.org]

Posting Komentar untuk "Wow Harga Beras Mahal di Tengah Impor, Ini Solusi Jitunya"

Banner iklan disini