Cek Cek, Harga Beras Bikin Waswas


Beritaislam - Ramadan sebentar lagi, tetapi harga beras dan sembako lain justru terkerek naik. Pada inspeksi mendadak (sidak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya kenaikan harga pada komoditas gula, beras, dan cabai merah keriting. Dari sidak tersebut, KPPU menemukan kenaikan harga beras premium rata-rata sebesar 21,58% menjadi Rp16.900/kg dari HET yang ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp13.900/kg.

Adapun beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp10.900/kg menjadi Rp14.000/kg. Sementara itu, harga cabai merah keriting sebesar Rp150.000/kg, naik hingga 172,73% dari HET sebesar Rp55.000/kg. Sedangkan harga gula konsumsi juga naik sebesar 11,11% dari HET sebesar Rp16.000/kg menjadi Rp 18.000/kg. (Katadata, 11-2-2023).

Tidak hanya naik, pada sidak tersebut KPPU juga menemukan adanya kelangkaan komoditas gula konsumsi dan beras. Di pasar Cihapit, gula premium hanya dijatah satu karton berisi 24 kg per pekan. Sedangkan di Griya Pahlawan, konsumen hanya boleh membeli gula konsumsi sebanyak tiga kg per orang. Demikian pula dengan beras premium yang tidak banyak dijual dan ada pembatasan dari pemasok. (Tempo, 12-2-2024).

Kenaikan harga dan kelangkaan beras sudah lama menjadi permasalahan di Indonesia. Setahun terakhir harga beras terus naik, bahkan kenaikan harga beras pada 2023 mencapai 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Sebelumnya, harga beras adalah Rp10.000 per kg atau Rp 11.000 per kg untuk beras medium.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, jika harga beras turun ke level Rp10.000 per kg untuk beras medium, petani akan menangis karena harga gabah akan tertekan lagi. Menurut Arief, dengan harga beras yang ada saat ini, petani sedang berbahagia karena bisa bernapas sejenak dengan harga gabah yang tidak ditekan murah. Benarkah demikian?

Menurutnya, kebijakan harga beras dan gabah harus seimbang antara hulu dan hilir. Kalau harga beras mau Rp10.000, berarti harga gabahnya harus di bawah Rp5.000. Untuk saat ini, dengan tingginya biaya produksi tanam padi, harga pupuk, biaya input yang naik, dan currency rate juga tinggi, tidak mungkin harga beras bisa turun menjadi Rp10.000 per kg tanpa adanya subsidi dari pemerintah. 

Harga beras bisa turun ke level Rp10.000 per kg jika nilai tukar rupiah menguat di Rp13.000—Rp13.500 per US$ dan Perang Rusia-Ukraina berangsur pulih. Adapun terkait opsi subsidi, menurutnya harus melihat kondisi keuangan negara. (CNBC Indonesia, 5-1-2024).

Dampak dan Penyebab
Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Harga beras yang mahal tentu akan menyusahkan setiap orang dan bikin waswas. Penghasilan keluarga akan banyak tersedot untuk belanja beras sehingga menyebabkan pengurangan belanja kebutuhan yang lain. Bagi masyarakat miskin, kenaikan harga beras juga akan menjadikan mereka tidak bisa membeli beras dalam jumlah yang layak.

Pemerintah selama ini mengeklaim kebijakan bansos sebagai solusi efektif terhadap kenaikan harga beras. Namun nyatanya, meski ada bansos, harga beras tetap naik. Apalagi tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos, temuan di lapangan menunjukkan bahwa banyak bansos salah sasaran. Selain itu, aroma politisasi bansos juga menguat.

Sesungguhnya, salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras. Saat ini, rantai distribusi beras dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar beromzet triliunan rupiah. Perusahaan besar ini memonopoli gabah dari petani dengan cara membeli gabah petani dengan harga yang lebih tinggi sehingga banyak penggilingan kecil yang gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan gabah.

Tidak hanya menguasai sektor hulu, perusahaan besar ini juga menguasai sektor hilir. Mereka menggiling padi dengan teknologi canggih sehingga menghasilkan padi kualitas premium, sedangkan penggilingan kecil hanya bisa menghasilkan beras kualitas medium. Dengan demikian, perusahaan besar mampu menguasai pasar dengan memproduksi beras berbagai merek. Di sisi lain, ada larangan bagi petani untuk menjual beras langsung ke konsumen.

Dengan menguasai (memonopoli) distribusi beras sejak hulu hingga hilir, perusahaan besar mampu mempermainkan harga dan menahan pasokan beras. Beras ditahan di gudang-gudang sehingga harganya naik dan baru dilepas ke pasar ketika harga tinggi. Tidak hanya merugikan konsumen, praktik ini juga merugikan petani. Alhasil, tingginya harga ritel beras di tingkat konsumen tidak berarti petani memperoleh untung besar. Yang mendapatkan untung besar adalah perusahaan besar (kapitalis) yang memonopoli distribusi beras dari hulu hingga hilir.

Monopoli beras maupun komoditas strategis lainnya merupakan hal yang jamak terjadi di dalam sistem kapitalisme. Konsep invisible hand dan akumulasi modal dalam liberalisme ekonomi ala kapitalisme telah melahirkan persaingan bebas yang pada akhirnya pasti dimenangkan para pemilik modal besar.

Para pemodal besar itu bisa memiliki modal besar karena bisa menyedot dana masyarakat melalui bisnis finansial ribawi (lembaga keuangan bank dan nonbank) dan pasar sekunder (saham, obligasi, dll.). Para pemodal besar itu bisa menguasai ekonomi karena telah menguasai aparatnya terlebih dahulu melalui skema korporatokrasi.

Solusi Islam
Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir, yaitu sejak produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. Negara harus memastikan rantai distribusi ini sehat, yakni bebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi.

Negara yang mampu mewujudkan jaminan pengelolaan komoditas pangan hanyalah Negara Islam (Khilafah). Sedangkan negara yang menerapkan kapitalisme akan melakukan liberalisasi pangan, yaitu lepas tangannya negara dari pengelolaan pangan dan justru menyerahkannya pada swasta kapitalis.

Politik ekonomi Daulah Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat per individu, termasuk kebutuhan pangan. Negara mewujudkan jaminan ini dengan menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban negara.

Pada sektor hulu (produksi), negara akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani. Bantuan tersebut bisa berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian, dll.. Sedangkan pada sektor hilir (distribusi), Khilafah akan memastikan bahwa tidak ada hambatan distribusi. Pada ujung rantai distribusi, yaitu sektor ritel, Khilafah memperhatikan setiap rakyatnya dan menelaah adanya kebutuhan bantuan dari negara.

Perhatian Khilafah yang demikian luar biasa pada penyediaan pangan merupakan wujud peran negara sebagai pelindung (junnah) semua rakyatnya. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ‘alayh dll.).

Terkait dengan mekanisme pembentukan harga, Khilafah tidak melakukan pematokan harga (tas’ir), harga dibiarkan terbentuk secara alami sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Dengan demikian, negara tidak menentukan HET. Negara menurunkan harga melalui kebijakan membenahi sektor hulu dan hilir sehingga harganya terjangkau dan stabil.

Selain itu, Negara juga melarang praktik monopoli dan menimbun beras maupun komoditas lainnya. Pelaku penimbunan akan diberi sanksi yang tegas dan menjerakan. Tidak akan ada mafia pangan dalam Khilafah, pelaku dan aparat yang terlibat akan dihukum dengan adil. Semua mekanisme ini akan menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras di Indonesia. Wallahualam bissawab. (muslimahnews)

[beritaislam.org]

Posting Komentar untuk "Cek Cek, Harga Beras Bikin Waswas"

Banner iklan disini