Bola Mata Novel Baswedan dan Qishos Dalam Islam

Mata Novel baswedan dan Dewi tanjung


Andai saja tak ada keyakinan akan akherat, tak ada iman atas yaumil hisab, dunia ini hanya dialektika materialisme dan berakhir dengan kematian, tak ada lagi kehidupan setelan kematian, maka akan merugilah semua orang-orang yang terzalimi. Sebab, mereka akan kehilangan hak atas keadilan jika hanya berharap pada hukum dunia, peradilan dunia, peradilan penguasa.


Namun, keyakinan akan adanya akherat, iman terhadap yaumul hisab, percaya akan adanya hari pembalasan, membuat semua orang yang terzalimi menjadi ridlo terhadap Qadla (keputusan), nasib dan takdir yang telah Allah SWT tetapkan. Secara zahir, sangat wajar jika manusia umumnya suka akan kebajikan dan membenci keburukan.

Namun Iman kepada Qadla dan Qadar Allah SWT, mewajibkan semua manusia ridlo terhadap Qadla-Nya, meskipun itu buruk menurut pandangan manusia. Qadla adanya kematian, penyakit, kehilangan keluarga, handai taulan, adalah Qadla yang tak mengenakan. Hanya saja, semua hamba yang beriman wajib ridlo atas seluruh ketentuan dan keputusan Allah SWT yang berlaku bagi hamba-Nya.

Novel Baswedan, mendapat keputusan dicederai oleh orang yang sesungguhnya mudah saja menemukan dan memprosesnya secara hukum semudah menggerakan jari telunjuk. Namun, karena tabir kekuasan menutupi kejahatan terhadap novel, perkara yang mudah itu menjadi rumit dan membingungkan.

Hingga berganti Kapolri, tak juga jelas siapa sebenarnya pelaku penyerang novel Baswedan, termasuk siapa aktor intelektual dibaliknya. Begitulah, hukum dunia tak memberi keadilan bagi seorang novel, yang telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk negara.

Novel telah kehilangan banyak waktu dan kehidupan untuk menjalankan tugas negara. Dan saat ini, novel juga kehilangan satu bijih mata demi apa yang diyakininya menjalankan tugas negara.

Namun negara tak memberi perlindungan dan balasan yang seimbang. Jika orang seperti novel saja diabaikan, maka wajar saja jika rezim ini menutup mulut dan menutup semua pintu diskusi untuk membedah sebab yang menjadi alasan terbunuhnya 700 anggota KPPS. Wajar juga jika nyawa dua mahasiswa di Kendari tak bernilai, nyawa korban peristiwa 21-22 Mei tak mendapat perhatian negara.

Bagi novel kehilangan satu Bijih mata tentu sangat menyakitkan. Lebih menyakitkan lagi, ketika ada orang gila menuduh dirinya merekayasa peristiwa sampai kehilangan bijih matanya.

Karena Novel orang yang beriman, maka dirinya harus ridlo, bahwa semua musibah dan takdir hidup yang menimpa itu datangnya dari Allah SWT. Seorang hamba, wajib berprasangka baik atas semua takdir yang Allah SWT tetapkan.

Novel juga wajib beriman, bahwa siapapun yang terlibat atas peristiwa yang menyebabkan dirinya kehilangan satu bijih mata, kelak akan diseret di Mahkamah Akherat dimana Allah SWT sendiri yang akan menjadi hakimnya. Semua pejabat, penguasa, preman, pengusaha, dan siapapun yang punya andil dalam peristiwa tersebut akan mendapat balasan setimpal.

Keyakinan seperti inilah, yang akan membuat orang yang beriman ridlo terhadap Qadla Allah SWT dan tetap optimis menatap masa depan. Karena kehidupan yang sesungguhnya bagi seorang muslim adalah kampung akherat, di surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Pada sisi yang lain, novel atau orang beriman lainnya wajib berfikir untuk mengevaluasi berbagai kezaliman yang menimpa negeri ini. Soal yang menjadi pangkal masalah, adalah karena negeri ini tidak menerapkan syariah Islam.

Tak ada Ruh dalam proses penegakan hukum karenanya hukum hanya menjadi sarana pencitraan. Tak ada kesadaran bahwa ketaatan kepada hukum itu karena taat terhadap Allah SWT.

Wajar saja semua yang berkuasa menggunakan kekuasaannya untuk menyingkirkan lawan politik, mempertahankan kekuasaannya dan bertindak semaunya. Mereka, tidak meyakini adanya kampung akherat, adanya balasan berupa azab yang pedih di neraka.

Dalam sistem hukum sekuler, dimana negara tidak menerapkan syariah Islam, tak mungkin ada pelaku kejahatan berkarakter seperti Maiz atau Ghamidiah. Maiz, mengaku berzina dihadapan Rasulullah SAW, tanpa bukti tanpa saksi. Rasulullah mengutus sahabat untuk menanyai wanita yang diajak Maiz berzina, wanita tersebut tidak mengakuinya.

Secara hukum sekuler, Maiz tak cukup bukti untuk disanksi karena tidak memiliki bukti yang cukup yakni minimal dua alat bukti. Maiz berzina hanya berdasarkan pengakuan. Bagaimana mungkin pengakuan zina ini dibenarkan sementara wanita yang diajak zina tidak mengakui ? Bukankah mustahil bisa berzina tanpa lawan jenis ?

Secara ruhiyah, perilaku Maiz ini dianggap menyimpang jika tidak menggunakan kaca mata iman. Bagaimana mungkin ada orang bodoh seperti Maiz, mau mengakui kesalahan dan minta dihukum oleh negara ? Bagaimana mungkin ada kekuasan bisa memberi sanksi hukum kepada warga negara hanya berdasarkan pengakuan ?

Jawabnya, semua itu karena Islam. Maiz minta disanksi, dirajam sampai mati karena telah berbuat zina, motifnya adalah kesadaran dan keyakinan adanya kampung akherat. Maiz ingin dirajam didunia sebagai pembersih dosanya, agar diakherat dia terbebas dari peradilan Allah SWT dan lepas dari sanksi pedih di neraka.

Sementara dalam Islam, pembuktian tak mengharuskan dua alat bukti. Pengakuan, cukup dijadikan dasar untuk memberlakukan hukum rajam. Bahkan, untuk kasus zina akan sangat sulit mendatangkan empat orang saksi laki-laki, yang melihat langsung perbuatan zina itu. Karenanya, rata-rata kasus zina disidang karena pengakuan, atas kesadaran pelaku yang ingin dibersihkan dari dosa.

Adapun hukum sekuler saat ini ? Para pelaku kejahatan lari dari tanggungjawab. Bahkan, mereka dijamin oleh KUHAP untuk berbohong demi menghindari hukuman.

Wajar saja pelaku penyerang novel tak mau datang ke polisi dan mengakui perbuatannya. Karena dia, tidak yakin pada azab pedih neraka, tidak memiliki iman atas adanya peradilan akherat.

Meskipun pelaku mengadu dan mengakui, sanksi yang diberikan penguasa sekuler berupa penjara juga tidak akan menghapus dosa. Karena yang menghapuskan hanyalah hukum Qisos, yakni bijih matanya di congkel salah satu agar mengalami apa yang diderita novel atau novel memaafkan dan pelaku wajib membayar diyat.

Kesimpulannya persoalan ini tidak akan selesai hanya berharap pada Kapolri apalagi para Jokowi. Persoalan novel dan banyak kasus hukum lainnya baru tuntas jika diterapkan syariat Islam.

Karena itu, bagi novel Baswedan, dan seluruh kaum mukminin yang iman kepada Allah SWT dan hari pembalasan, wajib berjuang menegakkan syariat Islam. Sebab, hanya syariat Islam saja yang benar-benar mampu menjamin keadilan dan keberkahan, dalam naungan ridlo Allah SWT.

Untuk menerapkan syariah Islam, tidak ada jalan lain kecuali dengan berjuang mendirikan Daulah khilafah. Jadi, novel Baswedan dan seluruh kaum muslimin didunia saat ini wajib menjadikan agenda penegakan khilafah sebagai agenda umat dan visi utama kaum muslimin. [].

Posting Komentar untuk "Bola Mata Novel Baswedan dan Qishos Dalam Islam"

Banner iklan disini