Ketika Kyai NU DITANGKAPI

Ketika Kyai NU DITANGKAPI
Ilustrasi Kyai Digelandang oleh PKI


Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani

Era Orde baru merupakan masa-masa kelabu bagi umat Islam Indonesia, khususnya kalangan Nahdlatul Ulama. Mereka ditekan, dipaksa agar tunduk dengan kebijakan-kebijakan politik penguasa. Siapapun yang menentang berarti sama saja melawan, dan mereka pasti dibumi hanguskan.


Yang paling fenomenal saat itu adalah pemaksaan Asas Tunggal oleh Penguasa. Semua kelompok Islam dipaksa untuk menerima satu asas dalam ideologinya, yakni asas Pancasila. Mereka dilarang mengemban ideologi Iain yang dianggapnya bertentangan dengan ideologi negara. Mengemban ideologi Islam berarti sama saja melawan asas tunggal negara.

Hebatnya, Para ulama, termasuk juga kiai-kiai NU saat itu tidak tunduk begitu saja dengan pemaksaan yang dilakukan rezim orde baru. Mereka bersih keras menolak asas tunggal Pancasila yang dipaksakan oleh negara. Bagi mereka, sebagai orang Islam, maka yang boleh dijadikan sebagai asas hidup adalah Islam.

Atas dasar sikapnya itulah kemudian kiai-kiai NU banyak yang ditangkapi. Tak jarang mereka harus bolak-balik datang ke Koramil, guna dimintai keterangan, karena dianggap sebagai penentang ideologi bangsa. Terlebih lagi ketika di musim Pemilu, mereka disisir habis oleh aparat-aparat suruhan penguasa. Rezim saat itu khawatir, jangan sampai kekuasaannya jatuh ke tangan para ulama yang dinilainya anti Pancasila.

NU termasuk kelompok yang paling keras mengkritik semuanya itu, termasuk juga mengkritik berbagai bentuk ketidak adilan yang sedang dipertontonkan. Akibatnya, setiap kali mereka melaksanakan Muktamar tidak luput dari yang namanya pantauan penguasa. Tank dan panser selalu menyertai setiap kali acara, untuk menakuti-nakuti para ulama, agar tidak mengeluarkan fatwa yang "menyerang" pemerintah.

Sekitar Tahun 1971-1977 di Losarang - Indramayu ada sebuah wilayah yang menjadi basis Partai NU, yang mengalami kekerasan sadis, diteror dan diintimidasi. Penduduknya mengungsi untuk menyelamatkan diri, sebagian mereka tinggal di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta.

Peristiwa tersebut terungkap dan diangkat di Harian Sinar Harapan. Media ini mengirim seorang wartawannya, Panda Nababan, untuk meliput Losarang. Nababan datang ke kesana dengan  ditemani KH. Yusuf Hasyim dan Zamroni.

Mereka menyaksikan masjid dibakar dan rumah-rumah dihancurkan. Nababan mengatakan, bahwa kemungkinan besar warga NU Losarang meninggalkan rumahnya secara tiba-tiba dan tergesa-gesa, karena dirinya menyaksikan di atas meja makan masih ada piring-piring dan cangkir beserta makanan yang sudah membusuk. Dan setelah kembali ke Jakarta, Nababan melaporkan hasil liputannya itu dengan judul “Empatpuluh Lima Djam Bersama Orang Kuat NU”.

Di Brebes - Jawa Tengah ada Pembunuhan Aktivis NU dan anggota Komisaris PPP, KH. Hasan Basri, tahun 1977. Ia merupakan salah satu korban kekerasan rezim Orde Baru. Ia tewas oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dan mayatnya diceburkan ke dalam sumur.

Di Desa Asembagus, Situbondo, Jawa Timur terdapat sebuah pesantren besar pimpinan Kiai As’ad Syamsul Arifin yang turut menjadi korban kediktatoran rezim Orba. Kekerasan berupa pembakaran lebih dari 140 rumah milik para kiai dan penduduk menjelang Pemilu 1977.

Kekerasan serupa meluas hampir di seluruh kota-kota basis santri khususnya Nahdlatul Ulama, baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Madura, Sulawesi, hingga Lombok, (Harian Pelita, edisi 8 Mei 1977).

Dalam keadaan genting, banyak ulama NU dizhalimi karena menolak Asas Tunggal Pancasila, di awal-awal tahun 1980, guna meredam kezhaliman itu, Gusdur coba memberi pengertian kepada Para kiai, agar mereka mau menerima Pancasila. Dari situlah kemudian Kiai-kiai NU terbagi ke dalam dua kelompok, ada yang menerima dan ada yang menolak.

Berdasarkan fakta sejarah tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa semua ulama, termasuk kiai-kiai NU pun dahulu menolak Pancasila. Logikanya, jika mereka menerima Pancasila seharusnya mereka tidak menolak ketika Soeharto memaksakan Asas Tunggal kepada semua ormas Islam. Nyatanya, mereka menolak, hingga kemudian mereka dibredel oleh Penguasa.

Jika dikatakan bahwa dari awal Para ulama, termasuk NU, menerima Pancasila, lalu atas dasar apa Para ulama dahulu diintimidasi oleh Penguasa ?

NU pernah menjadi oposisi, ketika penguasa memaksa pada satu pilihan politik, memaksa pada Asas Tunggal Pancasila. Lalu, adakah saat ini kelompok Islam yang nasibnya serupa dengan NU di masa lalu gara-gara Pancasila ?

Cirebon, 3 Agustus 2019

Posting Komentar untuk "Ketika Kyai NU DITANGKAPI"

Banner iklan disini