Miris.. Baby Blues Meningkat Tajam, Bagaimana Solusi dalam Islam?

Ilustrasi foto dari Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro

Beritaislam - Dilansir dari detikhealth, setelah melahirkan, tak sedikit ibu yang kerap mengalami baby blues atau depresi ringan. Umumnya, gejala yang dirasakan setiap ibu akan berbeda-beda. Sejumlah gejala tersebut bisa berupa depresi atau sedih, menangis secara tiba-tiba, perubahan suasana hati, mudah tersinggung, cemas, perasaan labil, sering menyalahkan diri sendiri, atau gangguan tidur serta nafsu makan.

Mengutip Health Harvard, meski baby blues merupakan hal umum dan bisa mereda, ibu yang mengalami depresi ini kerap kali menyembunyikannya. Biasanya, hal tersebut disebabkan oleh perasaan malu dengan adanya tekanan yang ia rasakan. Pasalnya, kebanyakan ibu merasa seharusnya momen tersebut merupakan momen bahagia dalam hidup mereka.

Sehingga, banyak ibu yang enggan untuk mengambil perawatan untuk mengatasi depresinya. Apabila tidak segera ditangani, maka baby blues bisa berakibat fatal pada kesehatan mental orang tua dan juga perkembangan anak.

Gangguan kesehatan mental tinggi pada populasi ibu hamil, menyusui, dan ibu dengan anak usia dini. Bahkan di Lampung, 25 persen wanita mengalami gangguan depresi setelah melahirkan. Hal tersebut terungkap dalam  data laporan Indonesia National Adlescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023. Kemudian, hasil penelitian Andrianti (2020) terungkap, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi pascamelahirkan. Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini tertinggi ketiga di Asia.

Ketua Komunitas perempuan dari Wanita Indonesia Keren (WIK) dan psikolog, Maria Ekowati dalam jumpa pers “WIK Dorong Kesehatan Mental Masuk dalam UU Kesehatan” di Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2023). Maria menjelaskan, kondisi baby-blues biasanya terjadi karena kondisi hormonal, meskipun wanita ibu sudah lama mempersiapkan diri sebagai calon ibu. Bahkan, Maria mengatakan kondisi baby-blues parah juga bisa dialami wanita yang hamil karena 'kecelakaan' hingga berada dalam rumah tangga yang tak harmonis, atau mengalami KDRT.

Sementara itu menurut Praktisi kedokteran komunitas dari Health Collaborative Center dan FKUI, Ray Wagiu Basrowi menegaskan pendekatan edukasi publik di tingkat komunitas sangat strategis mengingat besaran masalah gangguan kesehatan mental juga terjadi hingga pada populasi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.

Baby blues dalam Islam
Kehamilan hingga persalinan bukanlah fase ringan dan tentu dapat membuat dampak psikologis pada wanita, Bunda. Bahkan di dalam Al-Qur'an sendiri mengakui bahwa betapa beratnya beban yang dipikul oleh seorang ibu.

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (QS.Luqman :14)

Sejak mengandung, melahirkan, hingga proses menyusui pada sebagian mereka memberi tekanan emosi yang dikenal dengan sindrom baby blues. Al-Qur'an menggambarkan proses ini sebagai wahnan ala wahnin.

Menurut al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jami' li Ahkam, istilah wahnan ala wahnin digunakan karena pada dasarnya perempuan adalah makhluk yang lemah secara fisik, kondisi kehamilan menyebabkan bertambahnya kelemahan tersebut.

Keadaan yang berat ini seringkali memberi dampak yang tidak ringan bagi emosi Ibu pasca melahirkan.

Jeratan Kapitalisme Membuat Para Ibu Pesimis
Dilansir dari Muslimahnews, Ibu adalah seorang wanita yang memiliki kepekaan rasa yang besar. Setiap masalah yang dihadapi akan selalu disimpan. Bagaikan bom waktu, jika semakin banyak masalah yang disimpan dan tidak dikeluarkan, maka sewaktu-waktu akan bisa meledak. Masalah yang dihadapi seorang ibu bisa bermacam-macam, di antaranya: Pertama, ekonomi. Masalah ini kerap kali meminta tumbal nyawa. Susahnya mencari pekerjaan, persaingan dunia kerja, tidak adanya keahlian khusus, rendahnya tingkat pendidikan, menjadikan masalah ekonomi semakin sulit. Hasilnya, keluarga tak mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, apalagi jika harga kebutuhan pokok melonjak tinggi.

Kedua, ketidakharmonisan keluarga. Masalah dengan suami tercinta memang selalu menimbulkan luka. Apalagi jika keduanya saling meminta, memaksa, dan menuntut. Perkataan atau tindakan kasar dari pasangan akan menimbulkan stres yang luar biasa. Jika sang ibu tak mampu menahan, ia akan melampiaskan pada orang-orang di sekitarnya. 

Ketiga, malu dan belum siap punya anak. Umumnya alasan ini hinggap pada ibu-ibu muda. Terutama para ibu yang married by accident (hamil di luar nikah). Sehingga mereka tega membuang bahkan membunuh jabang bayinya.

Dari alasan-alasan di atas, penyebab utamanya adalah diterapkannya aturan ala kapitalisme. Sistem kapitalisme hanya memprioritaskan hasil instan, menomorduakan agama, surga bagi para kapital, dan menyingkirkan orang-orang tak berdaya. Apalagi kapitalisme telah mengubah pemikiran menjadi instan. Pasangan hanya ingin mendapatkan haknya tanpa melaksanakan kewajiban. Mereka berleha-leha, bahkan bisa lebih parah dengan hura-hura, berjudi, atau main wanita. Inilah prinsip kebebasan dalam kapitalisme, bebas melakukan apa saja.

Islam Mengembalikan Fitrah Ibu
Ibu adalah madrasah awal bagi anaknya. Di tangan ibu tanggung jawab mendidik anak diberikan. Mengasuh dan mengatur rumah tangga adalah tugasnya. Jika peran ini dikembalikan pada tempatnya, niscaya akan lahir generasi-generasi hebat dari pangkuannya. Mengembalikan fitrah ibu sangatlah perlu. Jiwa para ibu dibersihkan dari pemikiran kapitalisme sekuler yang bikin stres, dengan diajak untuk mengkaji Islam.

Islam akan mengembalikan fitrah ibu. Islam menanamkan akidah yang kuat. Mengajarkan bahwa tugas seorang ibu adalah mendidik anak dengan kasih sayang bukan kebencian. Apalagi anak adalah titipan Tuhan.

Islam juga akan mengaktifkan kembali peran keluarga, menyadarkan pasangan suami istri untuk saling menerima kekurangan, saling melengkapi, mengerti, dan mencintai, akan menumbuhkan kepercayaan dan keharmonisan keluarga. Apalagi jika dalam keluarga tersuasana dengan nilai keislaman. Maka, keluarga yang sakinah mawaddah warahmah akan tercipta. Sehingga darinya akan lahir generasi-generasi yang tangguh. 

Sekolah didirikan dengan tujuan membentuk generasi beriman dan bertakwa. Selain menciptakan cendekiawan dan ulama yang unggul, negara menyiapkan kurikulum yang mampu membentuk laki-laki dan perempuan berjalan sesuai tuntunan syariat. Seperti menyiapkan seorang perempuan agar siap menjadi Ibu dan pengatur rumah tangga ketika telah dewasa. Menyiapkan laki-laki agar siap memimpin keluarga, mencari nafkah, hingga memimpin masyarakat ketika telah dewasa. Lingkungan yang perhatian jika ada tetangga yang dilanda masalah akan menambah kepekaan masyarakat. Sehingga mereka akan saling membantu, bukan cuek dan apatis atas masalah yang terjadi. Menciptakan suasana tenang, nyaman, dan bahagia atas dasar Islam tidak bisa dilakukan sendirian. Bahkan tidak mampu dilakukan beberapa keluarga saja. Perlu kerja sama semua pihak. Baik keluarga, sekolah, dan lingkungan.

Oleh karena itu, kita butuh peran negara mengatur kebijakan. Baik memperbaiki sistemnya maupun memberikan sanksi bagi para pelanggar. Jika kondisi baik maka fitrah ibu pun akan terjaga. Negara yang bisa melakukan hal ini adalah negara berdikari, yang memiliki ideologi kuat. Tentu saja bukan negara penganut kapitalisme neoliberal. Tapi negara yang mencerminkan Islam di dalamnya. Negara yang menjadikan Islam sebagai landasannya. Wallahu a’lam bishawab.

[beritaislam.org]

Posting Komentar untuk "Miris.. Baby Blues Meningkat Tajam, Bagaimana Solusi dalam Islam?"

Banner iklan disini