Tanggapan Warga Muslim Atas Pernyataan Natalius Pigai Terkait Pendatang di Papua

anggapan Warga Muslim Atas Pernyataan Natalius Pigai

MELURUSKAN 14 PERNYATAAN NATALIUS PIGAI TERKAIT PENDATANG DI PAPUA

Oleh: Muhammad Ja'far Abdullah, Khadim MT Ar Rijaal Imaduddiin, Sorong Papua Barat

Ada 14 poin pernyataan Natalius Pigai (mantan Komisioner Komnas HAM) di medsos terkait Papua yang menurut saya perlu dikomentari untuk meluruskan permasalahan. Ke-14 poin dimaksud sebagai berikut.


Pertama,
"58 tahun hidup dalam nestapa, ratusan ribu orang Papua dibantai didasari atas kebencian rasisme terhadap bangsa Papua yang berkulit hitam dan rambut kriting."

Komentar:
NP menjeneralisir seolah dalam 58 tahun (sejak masa Soekarno-Jokowi) terus terjadi pembantaian terhadap orang Papua.

Yang sebenarnya terjadi adalah konflik di awal integrasi Papua ke dalam NKRI yang memang menelan korban. Dikarenakan memang ada sebagian orang yang bersedia bergabung dengan NKRI dan sebagian lagi tidak bersedia.

Kemudian sempat terjadi daerah operasi militer (DOM) di awal masa Soeharto, namun itu pun karena ada pergerakan bersenjata dari mereka yang tidak mau bergabung dengan NKRI.

Era tahun 1980-an hanya beberapa kasus saja bentrok pemerintah dengan OPM.

Era 1990-an situasi aman, bahkan proyek transmigrasi ke pelosok-pelosok pedalaman Papua bisa berjalan dengan baik.

Klaim bahwa ada kebencian karena warna kulit dan model rambut, ini provokasi luar biasa. Sejak lahir hingga besar saya tinggal di tengah-tengah komunitas suku yang heterogen. Tidak pernah bahasa-bahasa rasisme keluar dalam pergaulan sehari-hari.

Yang ada justru yang menjadi kebiasaan orang Papua adalah berbicara dengan kosa kata kebun binatang. Maaf, kata-kata “anjing”, “babi”, itu bahasa sehari-hari dan bukan tabu untuk diucapkan. Dari anak kecil sampai orang tua semua biasa bicara begitu.

Banyak bahkan orang pendatang yang mengadopsi orang Papua untuk dijadikan anak, disekolahkan, dicarikan kerja, dan lain sebagainya. Termasuk orang tua saya, banyak menyekolahkan orang Papua hingga ke perguruan tinggi.

Rukun dan damai, itu kondisi yang ada.

Kedua, 
"Kata-kata yang mengandung kekerasan verbal dengan sebut monyet, kera, gorila, bahkan kete, telah lama diterima orang Papua. Pelakunya tidak hanya rakyat sipil biasa tetapi justru dilakukan oleh aparat negara baik di Papua maupun di luar Papua. Makin lama pendatang bersikap, perilaku dan berbuat rasis dan dibalas dengan sikap segregatif rakyat Papua sebagai ungkapan sakit hati."

Komentar:
Justru yang membuat jarak pertama kali adalah orang Papua dengan tuntutan otonomi khusus (Otsus) di era Gus Dur.

Sejak Otsus keluar, mulailah OPM berulah. Istilah "menjadi tuan di tanah sendiri" terus diopinikan. Berbagai hak istimewa dengan alasan "putra daerah" justru membuat jurang di tengah masyarakat.

Sekali lagi, bahasa-bahasa monyet, kera, gorila, kete, itu bahasa-bahasa yang tidak dijadikan bahasa sehari-hari untuk menghina. Bahwa ketika marah terus misuh-misu, sebagaimana kebiasaan orang Jawa, misalnya, ya bahasa-bahasa tersebut keluar. Tapi hanya karena marah saja, bukan tujuan menghina sabagaimana diklaim NP.

Sama halnya dengan orang Papua yang memaki-maki menggunakan bahasa kebun binatang, juga dianggap lumrah, kebiasaan ketika marah, tetapi bukan untuk menghina. Makanya ketika mereka marah terus memaki-maki dengan bahasa begitu, orang pendatang ya biasa saja karena tahu bahwa itu kebiasaan mereka.

Ketiga,
“Lebih ironis lagi aparat intelijen, TNI dan Polri menjadikan kaum pendatang sebagai mitra, informan bahkan pasukan milisia. Secara sengaja atau tidak aparat menggiring pendatang, orang sipil tidak berdosa yang sedang mengadu nasib di tanah Papua sebagai kelompok milisia.”

Komentar:
Ini fitnah NP kepada orang pendatang.

Tidak ada rekrutmen masyarakat sipil menjadi milisi. Yang ada adalah sipil mendaftar jadi aparat, dan itu biasa. Tuduhan sipil jadi mata-mata, itu kasuistik dan hanya terjadi di era Soekarno dan awal-awal era Soeharto. Itu pun oknum, jadi tidak bisa dipukul rata semua pendatang. Fitnah keji ini.

Keempat,
"Pernahkah kita tahu bahwa di Wamena, pusat kota dan di daerah lainnya HIV/AIDS berkembang cepat mengancam kepunahan bangsa Papua Melanesia, bukan karena wanita-wanita Melayu penjaja seks komersial menjual diri di “lokalisasi”, karena memang tidak ada lokalisasi, tetapi mereka bikin gubuk-gubuk kecil di kios-kios dan rumah makan pendatang, di rumah makan; “Mas mau makan apa, daging mentah atau masak?”, daging mentah berdagang seks, daging masak artinya makanan. Itulah ilustrasinya jika orang asli Papua makan."

Komentar:
Seharusnya NP tahu, bahwa sejak dahulu di Wamena ada suatu kebiasaan tradisional yang disebut Pesek (Pesta Seks).

Pesek itu sebuah acara yang siapa pun boleh hadir di situ, selain bebas berpesta makan minum (biasanya dengan pesta bakar batu), mereka juga bebas memilih pasangan seksnya. Jadi, secara tradisi, kehidupan bebas itu sudah ada.

Nah, para pendatang yang datang ke Wamena khususnya dan Papua umumnya, rata-rata berniat untuk mencari kerja. Mereka bekerja sesuai dengan keahlian dan kebiasaan mereka.

Pemerintah tidak pernah melarang pelacur untuk datang ke Papua. Sehingga ketika para pelacur ini datang dan melanjutkan aktivitasnya di Papua, ya itu ibarat gayung bersambut dengan kebiasaan seks bebas yang ada.

Jadi, tidak benar bahwa HIV/AIDS adalah program genosida. Catatan yang ada di saya, mereka yang mengklaim bahwa HIV/AIDS adalah program genosida, tidak lain adalah aktivis OPM juga.

Kelima,
"Ketika terjadi aksi protes oleh orang Papua di pusat-pusat kota, aparat sering kali intai orang Papua dari rumah-rumah pendatang atau kios-kios dan rumah makan pendatang, seringkali memberondong peluru dari tempat-tempat ke arah orang Papua. Sudah terlalu banyak orang Papua mati karena pola ini. Cara-cara ini disaksikan oleh orang Papua, memang Papua ini kota-kota kecil semua terjadi kasat mata, terang benderang."

Komentar:
Yang ada justru orang pendatang yang jadi korban. Karena ketika mereka sudah kumpul-kumpul, kemudian minum minuman keras, yang berikutnya terjadi adalah perusakan, pemukulan, pemalakan, bahkan bisa sampai pembakaran kepada asset-aset orang pendatang.

Aparat justru seringkali diturunkan hanya bermodalkan rotan, paling banter peluru karet. Fitnah lagi NP.

Keenam, 
"Namun salah satu kelakuan yang tidak elok dipertontonkan para pendatang adalah di kala konflik atau cekcok mulut dengan orang Papua, para pendatang selalu meminta atau berlindung di balik laras senjata, mereka tidak menempuh jalur hukum, saya tidak pernah menemukan orang pendatang melapor atau mencari keadilan di pengadilan melawan orang Papua secara fair."

Komentar:
Ini fitnah yang luar biasa. Yang ada justru aparat selalu meminta jalan damai sebagai solusi.
.
Contoh yang baru saja terjadi misalnya. Di Sorong, ada pendatang yang motor, laptop, ponsel dicuri orang Papua. Setelah diusut oleh aparat, akhirnya ketemu pelakunya. Setelah ngobrol-ngobrol dengan kepala suku, justru si pendatang ini diminta bayar Rp 500 ribu kalau mau ambil motor yang dicuri. Aneh??? Iyaa...sangat... Yang nyuri siapa, yang disuruh bayar siapa.... Tapi begitulah, aparat tidak mau konflik lebih lanjut, akhirnya si pendatang bayar Rp 500 ribu untuk mengambil motor yang dicuri.

NP fitnah lagi.

Ketujuh,
"Judi togel di mana-mana di kota-kota, jual minuman keras dikelola pendatang dan dibeckingi aparat."

Komentar:
Ada gula ada semut. NP lupa, konsumen terbesar miras ya orang Papua.

Kedelapan,
"Aparat membeckingi orang luar Papua untuk menguasai 3 sumber utama milik orang Papua; 1) Merampas sumber daya alam dengan melakukan penambangan liar (illegal mining), pengambilan ikan secara liar dan pengambilan kayu secara ilegal."

Komentar:
Eksplorasi SDA secara sembarangan, tidak bisa dinisbatkan hanya kepada orang pendatang, karena ini terjadi karena ulah sistem. Hal yang sama terjadi juga di daerah-daerah lain di luar Papua.

NP juga mungkin pura-pura lupa, bahwa perusahaan eksplorasi SDA di Papua juga mempekerjakan orang Papua. PT Freepot misalnya, salah satu kepala divisinya adalah kakak kelas saya asli Papua, dengan gaji tembus Rp 100 juta/bulan. Belum lagi yang operator di lapangan, kebanyakan orang Papua.

NP juga lupa atau pura-pura tidak tahu. Penambangan liar pun hanya bisa dilakukan jika punya modal besar, karena topografi Papua yang sulit.

Mengatakan bahwa pelakunya pendatang, ini juga gebyah uyah ngawur. Karena pendatang yang bisa begitu hanyalah penguasaha-pengusaha besar dengan modal besar. Sementara sebagian besar pendatang justru tidak bisa melakukan itu. Mayoritas pendatang hanya sebagai PNS atau pedagang pasar.

Luar biasa fitnahnya.

Sembilan,
"2). Merampas sumber daya ekonomi orang Papua di seluruh pusat-pusat kota, distribusi barang dan jasa dikuasai pendatang, sumber-sumber ekonomi dikuasai. Kios, pasar bahkan angkot dan ojek dikuasai pendatang."

Komentar:
NP kelamaan di Jawa jadi lupa bagaimana karakter asli orang Papua.

Orang Papua masih belum bisa lepas dari kebiasaan: "kebutuhan hari ini, cara hari ini dan habis hari ini. Besok, cerita lain lagi."

Sedikit sekali orang Papua yang paham menabung dan investasi. Sudah banyak kesempatan diberikan, tapi hasilnya nihil.

Kalau toh berdagang, mereka umumnya hanya bisa dan mau berdagang pinang kangkung, pisang, singkong, pepaya dan beberapa lainnya. Tapi untuk mengelola ruko atau warung, mereka umumnya tidak bisa.

Saya punya kenalan kontraktor. Setiap beli tanah, dia selalu menjanjikan akan membangunkan satu ruko atau warung untuk pemilik tanah yang notabenenya orang Papua. Tapi hasilnya, ruko atau warung tersebut malah dijual lagi. Begitu kejadiannya.

Ya, NP tidak bisa salahkan orang yang banting tulang berusaha agar bisa hidup di Papua. NP seharusnya berkaca dengan kebiasaan orang Papua.
.
Kesepuluh,
"3). Merampas hak politik rakyat Papua, perampasan hari ini sudah merambah ke dunia birokrasi dan politik. Pendatang terlalu haus kuasa, mau jadi bupati, wakil, DPR dengan cara sogok yang  hamburkan uang sini, hamburkan uang sana. Pemilu hari ini nyaris dikuasai pendatang. Ada kabupaten yang anggota DPRnya nyaris 100% pendatang, ada kabupaten yang satu keluarga 7 orang DPRD.

Kalau 3 sumber kehidupan utama orang Papua dikuasai, maka apakah ada harapan hidup bagi orang Papua? Masa depan tentu sudah suram."

Komentar:
NP suruh baca lagi hasil keputusan Otsus yang memberikan kesempatan terlalu luas bagi putra daerah untuk berkuasa.

Kesebelas,
"Apakah tahu bahwa kepala daerah dan pejabat di Papua tersandera dan disandera oleh kontraktor dan anak buahnya yang rata- rata pendatang? Kontraktor menggunakan aparat negara memuluskan proyek, bahkan pencairan terlebih dahulu sebelum proyek berjalan. Karena tekanan dan teror.
.
Bupati hampir dipastikan disandera kepala dinas yang anggarannya besar seperti Dinas PU dan Dinas Keuangan, kerja sama dengan polisi dan jaksa teror kepala daerah dengan bukti penyalagunaan seakan-akan bupati bermasalah, ditunjukkan surat panggilan palsu, SPDP palsu, kepala daerah ketakutan sehingga selanjutnya hasil konspirasi merampok uang negara bermilyar-milyar."

Komentar:
Justru orang Papua ketika berkuasa tidak malu-malu untuk korupsi. Sudah rahasia umum itu.

Kedua belas,
"Kalau boleh saya jujur ‘apa adanya’, maka rumah sakit di Papua sudah dicap sebagai ‘tempat kematian’ bukan tempat persemaian manusia, bukan tempat kehidupan, apalagi rumah sakit pemerintah termasuk milik kepolisian, sekarang rakyat Papua sudah mulai curiga rumah sakit swasta sekalipun milik gereja. Orang Papua sangat takut ke rumah sakit, mereka lebih memilih pengobatan alami. Telah lama rumah sakit dicurigai orang Papua sebagai tempat pembersihan etnis Papua (etnic cleansing), rata-rata ibu muda yang pernah masuk rumah sakit saat hamil atau melahirkan selanjutnya tidak bisa melahirkan, ada juga ibu yang disuntik kesuburan tanpa persetujuan suami dan dirinya (mungkin ditanya saat mengalami kontraksi kesakitan saat melahirkan) sehingga tanpa sadar mengiyakan agar disuntik kesuburan.

Memang rata-rata tampilan fisik bangunan dan didalam rumah sakit sangat ‘buluk’ bahkan waktu saya dan Manager Nasution mantan Komnas HAM sekarang di LPSK melihat langsung air kran di rumah sakit dok 2, RS satu nomor 1 setanah Papua mati seminggu. Padahal air itu vital, air kehidupan tanpa air manusia pasti mati, apalagi di rumah sakit. Memang di dunia ini tenaga medis dan para medis itu istimewa/mereka wakil Tuhan di dunia tetapi untuk Papua tentu penilaian berbeda."

Komentar:
Ini fitnah NP lagi. Rumah sakit-rumah sakit di Papua selalu dibanjiri pasien orang Papua. Dan RS tidak pernah menolak. Yang ada bahkan mereka menolak membayar dokter dan obat.

Coba tanya para dokter yang mengabdi di pedalaman-pedalaman, siapa memangnya yang mereka rawat dan obati. Apa balasannya? Baru saja ada dokter yang dibakar pada kerusuhan Wamena. Itu balasannya atas pengabdian sang dokter??

Ketiga belas,
"Bangsa (tokoh-tokoh nasional lintas suku dan agama) sepatutnya meminta negara untuk mencari solusi penyelesaian masalah Papua secara bermartabat dan lebih progresif, bukan meminta represi militer di Papua. Kalau meminta operasi militer, maka tidak perlu minta karena sudah 58 tahun operasi militer telah berlangsung, rakyat Papua saban hari hidup dalam ancaman di tanah tumpah darah mereka yaitu tanah Papua milik bangsa Melanesia."

Komentar:
Fitnah NP lagi dengan mengatakan bahwa hingga saat ini orang Papua berada dalam ancaman oprasi militer.

Tidak ada operasi militer saat ini, bahkan orang Papua sudah hidup layaknya raja yang tidak bisa disentuh sekarang.

Keempat belas,
"Saya harus jujur sampaikan bahwa kita ini dua ras yang berbeda yaitu Ras Negro Melanesia dan Ras Mongoloid Melayu. Ibarat minyak dan air, tidak akan pernah bisa bersatu kecuali kalau rasisme, Papua phobia dan diskriminasi dihilangkan dari negara ini dan itu terasa tidak mungkin, karena diskriminasi di negeri ini sudah terlalu akut.”

Komentar:
Ini kejujuran seorang rasis sejati.[]

Tulisan Natalius Pigai bahkan sudah diunggah di media yang mengatasnamakan Islam yakni media era muslim.

Link bisa dilihat di sini : https://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/pigai-mengapa-orang-papua-marah-pada-pendatang.htm

39 komentar untuk "Tanggapan Warga Muslim Atas Pernyataan Natalius Pigai Terkait Pendatang di Papua"

  1. Np harusnya di tangkap bila benar mengeluarkan pernyataan tersebut...

    BalasHapus
  2. Selama saya tugas di Papua 2018 (yg saya saksikan) =
    1. Disana sudah ada aktifitas Organisasi sosial FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama). Harmonis, kompak, guyub, rasa persaudaraan yg tinggi.
    2. Bupati Keerom, asli Boyolali, anak transmigran, dipilih dan di'sayang' penduduk asli Papua,yg juga sangat kompak dengan warga transmigran.
    3. Mereka (masyarakat asli Papua) membagi dirinya menjadi 2, Papua Pegunungan dan Papua Pesisir. Keduanya berbeda karakter dan tingkat edukasinya.
    4. Sebagian besar penduduk asli tidak bisa, "kurang berminat" mengolah tanah, justru akhirnya diolah dikembangkan para transmigran,...hasilnya, beberapa jenis buah disumbangkan cuma2 bagi penduduk asli sekitarnya. Dan silaturrahim.harmonis terjalin baik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pak atas komentarya, semoga menjadi Opini pembaca bahwa selama ini bahwa selama ini Orang Papua dan pendatang hidup Rukun dan damai :)

      Hapus
    2. Yg komen kayak gini yg perlu. Biar ga makin panas situasi

      Hapus
  3. Di Jayapura kota =
    1. Saya tidak pernah menjumpai pengemis.
    2. Tidak ada begal, rampok, jambret.
    3. Hampir tiap hari saya ditegur sapa/ salam dg santun, mulai dari anak2 SD smp para OT asli Papua.
    Semoga Papua eksotis, indah kembali aman dan rakyatnya sejahtera...insyaAllah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, insyaallah... Semoga Allah selalu menjaga Papua aman damai dan tentram. aamiin

      Hapus
  4. Shrsnya bersyukur krna pembangunan di Papua era pemerintahan skrng jauh lebih baik'dgn melihat fakta2nya, aparat keamanan sllu menyambut dg baik klpok yg mau damai... tapi mereka sering menyerang aparat, berpendapat lah dgn bijak

    BalasHapus
  5. Saya hanya ingin papua damai aman dan bisa beraktifitas kembali seperti sedia kla.

    BalasHapus
  6. NP ngomong dari jakarta
    Coba suruh dia tinggal di wamena
    Tulisannya saya yakin berbeda 180 derajat.

    BalasHapus
  7. Jika benar Natalius Pigai membuat pernyataan yg provokatif maka segera saja ditangkap & diadili. Sebab pernyataan tsb sangat mengganggu stabilitas keamanan.

    BalasHapus
  8. Jaman sekarang taunya berkoar koar di luar coba datang dan lihat sendiri semua pernyataan NP bohong wahai pak NP berkata kata lah yang benar jangan kau adu domba masyarak papua dgn pendatang. Papua sudah damai

    BalasHapus
  9. Kita hormati dua pendapat yg berbeda, namun faktanya hari ini Papua rusuh di mana mana, sehingga mustahil kalo semuanya baik baik bisa terjadi kerusuhan sebesar itu

    BalasHapus
  10. Hrs np kalo menyebar fitnah tangkap aja.

    BalasHapus
  11. Np.tdk sesuai fakta, mengada ada, adu domba

    BalasHapus
  12. Seharusnya NP berkomentar untuk mendinginkan situasi bukan memprovokasi,memang dia suka berkata yg tidak benar biasa sya liht di acara ilc tvone, dan tdk menghargai pembangunan di Papua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya,betul.ada udang dibalik batu.(ada maunya)

      Hapus
  13. Ya saya pernah bertugas selaku peg BUMN kl.5 thn di jsyapura, menurut saya komentar NP sangat tendensius, tapi mungkin krn sdh tdk dipakai lagi di Komnas HAM dan tdk lolos jadi komisioner KPK.

    BalasHapus
  14. Aduh tolong jangan adu domba masarakat yg g punya dosa.

    BalasHapus
  15. Natalius pigai patut dipertanyakan integritasnya atas pernyataan ini.

    BalasHapus
  16. Kalo benar dia NP ini aktivis HAM sama dong balance,,itu korban2 sipil sadis tak berdosa..suruh komentari itu,dia kan sbg HAM..atau org ini nyari sensasi karna haus jd penguasa..membuat opini provokasi..itu tgg jwb siapa korban2 itu...

    BalasHapus
  17. Menrt kakek sy pd th 80'an dtugskn diPapua sbg TNI (skr kakek sdh Almrh) bhw dipapua sdri srg tjd perang antar suku,dsna byk skli suku2,antar sesama sdri sj srg brtengkar.justru para pendatanglah yg mgjarkn bgm itu hidup damai,kerukunan, gotong royong,slg mhormati,dll

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pendatang tdk pernah ajarkan hidup rukun dan damai di Papua (catat itu). Ajaran hidup rukun n damai kami peroleh dr para zending.

      Hapus
  18. NP kok di gubris....cari panggung teater baru biar di anggap orang penting padahal sdh ga punya kerjaan...jobless jadi ngapain kita semua anggep omongan nya.
    Pokok nya ada NP=Ngomong Pengawuran.

    BalasHapus
  19. NP kok di gubris....cari panggung teater baru biar di anggap orang penting padahal sdh ga punya kerjaan...jobless jadi ngapain kita semua anggep omongan nya.
    Pokok nya ada NP=Ngomong Pengawuran.

    BalasHapus
  20. Rasisme di Papua n diseluruh sering terjadi kepada orang asli Papua. Itulah kenyataannya. Krn saya alimi sendiri hal tesebut disemua tempat yg saya kujungi di RI ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jgn menebar kebencian kakak, di tempat sy tdk ada diskriminasi terhadap sodara papua,mari kita jaga dan nikmati kebersamaan

      Hapus
  21. Kueren.

    www.tokopedia.com/smileaero

    BalasHapus
  22. Emang pemberontak dan kroninya pantas dibubarkan ..klo perlu binasakan.., karna banyak diantara mereka hobi jadi provokator..., klo tidak papua nggak akan pernah bisa damai walau sampai kiamat..., karena pemberontak adalah orang orang yg nggak punya keinginan adanya kedamaian

    BalasHapus
  23. Tidak perlu dipertanyakan lagi siapa NP ini, kalau memang benar itu yang NP sampaikan. Fitnah dan provokasinya sangat berbahaya, seharusnya negara bisa bertindak cepat, jangan biarkan penyebar fitnah dan provokasi dipapua seperti ini.

    BalasHapus
  24. Satu tanah air
    Hanya tempat yg berjarak
    Jika saudara pindah dekat rumah kami di pulau Jawa, tidak mungkin ada rasa dan sikap yang berbeda, kita kenduri bersama, bertetangga dengan kasih sayang. Aku rindu tetangga dari Papua.

    BalasHapus
  25. Yang SONTOLOYO adalah PRESIDEN gak PUNYA SIKAP

    BalasHapus
  26. Minyak yg mendidih,tidak akan berguna,jika disiram dengan air.semoga papua bisa menurunkan emosinya.

    BalasHapus
  27. Masalaah papua sangat rumit..saya rasa pusat salah strategi tuk papua..banyak pemuda papua..rekrut masal..jdikan mereka tentara..jabatan kapolda dn pangdam harus diisi orang asli papua..

    BalasHapus
  28. Tolong ralat tulisan anda yg menyatakan kebiasaan orang papua menggunakan kosa kata kebun binatang, jangan anda generalisir bahwa semua orang papua seperti itu, saya papua asli dan dikeluarga kami, bahkan banyak keluarga2 papua lainnya yg melarang penggunaan kosa kata kebun binatang spt yg anda nyatakan dlm tulisan anda diatas, anda tdk lebih sama dg NP, berkomentar dg cara pandang sempit

    BalasHapus
  29. Sebagian dari apa yg di sampaikan NP itu ada benarnya. Hanya masalah ekonomi memang kami orang Papua itu perlu wktu untuk merubah budaya dan pola berpikir, saya org asli papua ingin maju juga cuma lingkungan atau budaya suku kami papua sangat tdk mendukung sehingga bidang kami sulit untuk maju. Terima kadih ..

    BalasHapus
  30. sebaiknya warga asli Irian Jaya/Papua mau belajar dari orang luar yang datang merantau ke/di negerinya, bukankah di jawa, terutama di kota-kota besarnya masih ada orang pribumi yang suka cemburu dengan orang pendatang dari cina yang sukses di bidang perekonomian ....

    BalasHapus
Banner iklan disini