Kenapa Kubu TKN Jokowi Enggan Pada Gerindra?

Foto Surya Paloh dan Jokowi
Foto Surya Paloh dan Jokowi
KENAPA KUBU TKN JOKOWI ENGGAN PADA GERINDRA ?

Oleh : Nasrudin Joha 

Bisa dipahami, mengapa kubu TKN Jokowi tidak nyaman dengan merapatnya Gerindra. Terakhir, dengan bahasa kamuflase, Surya Paloh menyatakan lebih mengutamakan soliditas internal TKN Jokowi ketimbang mengajak partai lain bergabung. Bagi yang paham politik, pesan Paloh tegas : ogah menerima Gerindra gabung.


Aroma merapatnya Gerindra begitu kental. Dimulai dari stasiun Lebak Bulus, dengan jalan-jalan di MRT bersama petugas partai. Sampai klimaksnya, pertemuan sentral bersama pemilik saham mayoritas PDIP di Teuku Umar.

Bahkan, yang membuat kubu TKN Jokowi makin jealous terhadap Gerindra, adalah momen dimana ratu PDIP menteri sapaan hangat dan hidangan nikmat nasi goreng khas Teuku Umar. Konon, untuk mengobati luka itu Paloh mengundang Anies ke Gondangdia. Bahkan, Paloh bukan menghadirkan nasi uduk khas Gondangdia, tetapi menghidangkan Nasi Kebuli yang menjadi ciri khas klen Anies.

Selanjutnya, Paloh tidak mau menanggung luka sendiri. Paloh mengajak koalisi partai TKN Jokowi, untuk membuat 'Reuni Cemburu' tanpa kehadiran Megawati. Jelas, ini sebuah pesan tegas kubu koalisi TKN Jokowi kepada PDIP.

Koalisi TKN Jokowi merasa paling berdarah, meski ada konflik besar diantara kubu TKN Jokowi tentang porsi pembagian menteri, namun semua partai TKN Jokowi jelas ijma' menolak kehadiran Gerindra. Prabowo, dianggap rival politik bahkan untuk mengalahkan Prabowo semua effort, dikerahkan.

Diantara koalisi TKN Jokowi, mereka sementara berdamai dan bersatu melawan PDIP dan Gerindra. PKB sementara melupakan 10 porsi menteri, PPP 10 kursi, NASDEM 11 kursi, bahkan Golkar juga melupakan jatah kursi menteri yang seharusnya lebih besar dari PKB.

Manuver Megawati yang mengundang Prabowo secara spesial, tanpa mengajak TKN Jokowi, jelas sebuah penghinaan. PDIP tak menghargai keringat, darah dan air mata perjuangan TKN Jokowi yang berjuang habis-habisan, untuk memenangkan Jokowi, hingga berani mengambil Resiko mendapat stempel 'Pilpres curang'.

Yang membuat legitimasi Pilpres itu runtuh juga Prabowo, karena sejak sebelum hingga pengumuman keputusan KPU Prabowo selalu menggaungkan narasi 'Pilpres curang'. Bahkan, Prabowo berapi-api mengatakan harus menang telak karena memiliki keyakinan suaranya akan dicuri saat Pilpres. Lantas, kenapa atas alasan legitimasi Pilpres PDIP merangkul Gerindra ? Bukankah, dahulu yang menggaungkan Pilpres curang dan merusak legitimasi kemenangan Jokowi adalah Prabowo ?

Kubu TKN Jokowi jelas marah, PDIP meremehkan jerih payah kemenangan mereka dan memilih merapat ke Gerindra dengan dalih mencari legitimasi. Bukankah legitimasi itu ada pada rakyat ? Bukankah, setelah merapat ke Gerindra narasi Pilpres curang masih terus bertebaran ? Bukankah, Prabowo terbukti tak mampu mengendalikan pendukungnya, dan bahkan setelah merapat justru Prabowo ditinggalkan Pendukungnya ? Lantas, apa makna menjalin koalisi dengan Gerindra ?

Terlebih lagi, koalisi dengan Gerindra jelas bukan tanpa harga, tak ada yang gratis dalam politik. Selain mengincar ketua MPR RI, Gerindra juga berambisi mentarget sejumlah kursi menteri. Bukankah, manuver Gerindra ini membahayakan eksistensi dan kepentingan partai TKN Jokowi ?

PDIP, meskipun memiliki petugas partai yang menjadi Presiden tidak bisa berdalih jabatan menteri prerogratif Presiden, kemudian membagi dikalangan sendiri tanpa memperhatikan eksistensi koalisi TKN Jokowi. Mega, wajib melibatkan kubu TKN Jokowi dalam menyusun struktur menteri kabinet.

Memang benar, PDIP tak lagi khawatir dengan posisi ketua DPR RI yang jelas ada dalam genggaman karena UU MD3 telah diubah lagi, pemenang pemilu otomatis menjabat ketua DPR RI. PDIP tak khawatir manuver partai, seperti manuver Golkar dkk pada pemilu 2014 yang mampu mencuri kursi ketua DPR RI milik PDIP.

Sementara, koalisi Gerindra dan PDIP, cukup untuk mengkondisikan ketua MPR RI dan 7 wakil ketua MPR RI ditetapkan sesuai aspirasi Teuku Umar. Beberapa partai pendamping, digoyang sedikit pasti setuju dengan porsi wakil ketua MPR RI.

Melihat rencana amandemen agar Jokowi bisa menjabat 8 tahun, serta manuver eks PKI untuk mencabut TAP MPRS yang selalu mengganjal eksistensi kebangkitan neo PKI, maka posisi ketua MPR menjadi sangat signifikan. Semua partai mengincar posisi ketua MPR RI.

Jadi, wajar jika Paloh dkk di kubu TKN Jokowi galau dengan manuver PDIP dan sangat sebal dengan hidangan nasi goreng Teuku Umar untuk Prabowo. Seharusnya, mereka yang duduk bersama Mega dan menikmati hidangan nasi goreng itu.

Demikian, realitas memuakan politik dalam sistem demokrasi. Saya terpaksa menceritakan kepada Anda, agar saya tak muak dan muntah sendirian. Saya harap, Anda juga muntah dan ikut muak pada demokrasi. [].

Posting Komentar untuk "Kenapa Kubu TKN Jokowi Enggan Pada Gerindra?"

Banner iklan disini