Pandangan Para Ekonom: Di tangan Jokowi dan Sri Mulyani, Keuangan Negara ternyata Praktis Bangkrut


Beritaislam - Dr Anthony Budiawan,  Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), mengungkapkan keuangan negara menunjukkan kemuraman yakni praktis bangkrut. ''Ekonomi dan Keuangan negara sejak lama dalam kondisi kritis,'' ujarnya. Sedangkan Mantan Menkeu Fuad Bawazier PhD mengatakan bahwa kondisi kebangkrutan itu juga tercermin dari  banyaknya BUMN yang dililit utang dan infonya insolvable. Kedua ekonom itu menilai,  keuangan negara ternyata  praktis bangkrut.


''Saya ingat dulu ditahun 1991 dan 1992 saya atas penugasan dari Menkeu JB Sumarlin atas perintah Presiden Soeharto, saya selalu Direktur Pembinaaan BUMN (waktu itu belum ada Kementerian BUMN), menghitung kekayaan bersih (Net Worth) BUMN untuk dibandingkan dengan utang negara. Sayang saya tdk pegang filenya/angkanya tapi ingat kesimpulannya yaitu KEKAYAAN BERSIH BUMN CUKUP ATAU LEBIH BESAR DARI UTANG NEGARA. Kesimpulan ini di sampaikan presiden Soeharto di sidang kabinet,'' tutur Fuad Bawazier, alumnus UGM dan Universitas Maryland AS.

''Artinya negara masih solvable. Sekarang coba Presiden Jokowi atau DPR membandingkannya lagi. Saya kira kesimpulannya akan sebaliknya.'' ujar Fuad.

Anthony  Budiawan

''Dugaan saat begitu mengingat BUMN yang dililit utang dan infonya insolvable; sementara utang negara sudah tidak terkendali. Bila dugaan saya betul, berarti negara ini keuangannya benar benar diambang kebangkrutan sebab kekayaan BUMNnya jauh dibawah utang negara sementara penerimaan pajak yang rationya hanya sekitar 8% PDB, jelas tidak kuat lagi menopang beban utang dan bunganya,'' kata Fuad..

''Penerimaan pajak yg tersisa untuk kepentingan APBN semakin menipis. Quo vadis APBN? Quo vadis Sri Mulyani?,'' imbuhnya

Anthony Budiawan, Doktor lulusan Universitas Amsterdam Belanda, menambahkan, indikator kebangkrutan itu sederhana. '' Pertama, neraca transaksi berjalan sejak lama mengalami defisit terus menerus. Dan jumlahnya semakin besar. Artinya, dolar dalam negeri terkuras mengalir keluar negeri untuk bayar defisit tersebut,'' kata Anthony

.''Kondisi ini seharusnya membuat kurs rupiah melemah. Tetapi, kurs rupiah malah menguat. Bukan karena ekonomi Indonesia membaik. Bukan karena fundamental ekonomi Indonesia menguat. Tetapi, karena pemerintah menjalankan akrobat ekonomi: magiconomics,'' ujar Anthony

''. Yaitu menutupi defisit transaksi berjalan dengan cara menarik utang dari luar negeri, untuk mengganti dolar yang terkuras karena defisit neraca transaksi berjalan. Abracadabra, kurs rupiah memang menguat. Karena doping,'' ungkapnya lagi.

''Kedua, penerimaan pajak semakin memburuk. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB turun terus ke tingkat yang sangat kritis, sudah di bawah 8 persen dari PDB. Pada akhir Maret 2020, rasio penerimaan pajak terhadap PDB bahkan hanya 7,14 persen,'' ujarnya

Menurutnya, Kondisi keuangan seperti ini tidak bisa bertahan lama. Lambat laun akan menghadapi masalah serius. Alias tinggal menunggu waktu saja untuk menjelma menjadi resesi.

''Penerimaan pajak yang rendah membuat defisit anggaran APBN membengkak, dari Rp226,7 triliun pada 2014 menjadi Rp353 triliun pada 2019. Tahun ini, defisit anggaran akan melonjak drastis melebihi Rp1.000 triliun.,'' tegas Anthony.

Akibatnya, kata Anthony, utang pemerintah semakin menggunung dan tentu saja membebani APBN. Kewajiban membayar bunga pinjaman terus membengkak, dari Rp133,4 triliun pada 2014 menjadi Rp275,5 triliun pada 2019. Dan selama Januari hingga Mei 2020, beban bunga pinjaman sudah membengkak lagi menjadi Rp145,7 triliun. Diperkirakan beban bunga pinjaman tahun ini bisa mencapai Rp350 triliun.

Dengan demikian,  ujarnya,rasio beban bunga pinjaman terhadap penerimaan pajak juga meningkat drastis. Pada akhir Mei 2020 sudah mencapai 27,7 persen. Artinya, setiap Rp100 penerimaan pajak dari masyarakat, Rp27,7 digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Sehingga bisa memicu krisis APBN. Karena pengeluaran untuk belanja lainnya tidak tersisa banyak.  [konfrontasi.com]

[beritaislam.org]

Belum ada Komentar untuk "Pandangan Para Ekonom: Di tangan Jokowi dan Sri Mulyani, Keuangan Negara ternyata Praktis Bangkrut"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Banner iklan disini